Tindakan
Guri akhir-akhir ini misterius. Waktu pulang sekolah dia suka menghilang. Waktu
pagi dan istirahat sekolah dia selalu ribut berjualan kaos merahnya. Pada guru
dan para ikan pengantar jemput ikan-ikan kecil. Cumi benar-benar curiga. Ia
bertekat menguak rahasia Guri.
Sepulang
sekolah Cumi mengawasi Guri dari balik karang. Beberapa ikan dewasa memanggil
Guri. Mereka melihat-lihat kaos jualan Guri dan membeli beberapa biji. Cukup
lama Guri berbicara akrab dengan ikan-ikan dewasa. Sampai kram tentakel Cumi
karena tidak berani bergerak. Dia hampir ketinggalan saat Guri berenang cepat
menuju arah taman koral. Itu adalah tempat bermain mengasyikkan di kota bawah
laut. Anehnya Guri tidak naik ke salah satu mainan pun. Guri malah berhenti di
karang-karang sepi. Kemudian menyelinapkan tentakelnya ke lubang-lubang batu
karang yang sempit.
Cumi
curiga Guri menyembunyikan sesuatu di antara karang-karang itu. Lebih curiga
lagi saat Guri memasukkan sesuatu ke dalam kantung. Jangan-jangan Guri mencuri
karang-karang itu. Ikan penyihir pernah memberitahu sebuah rahasia. Secuil
karang bisa dijadikan jimat agar pintar. Dia yakin Guri melakukannya karena besok
ada ujian di sekolah.
“Guri. Jangan patahkan karang-karang
terus. Sekali saja kamu mematahkan karang, maka karang itu akan mati. Kita
tidak akan punya taman indah lagi.”
Guri terkejut melihat Cumi ada di belakangnya.
Dia berusaha menyembunyikan barang-barangnya di antara kedelapan kakinya.
“Tidak. Ini hanya …”
“Pasti jimat agar kamu cepat pandai,
kan? Kalau kamu mau pintar harus belajar. Makanya jangan sibuk jualan terus. Aku
selalu curiga bagaimana kamu bisa dapat nilai tinggi mengalahkanku. Sekarang
aku tahu rahasiamu.”
Cumi merampas kantong dari tangan
Guri. Dia membuka tiga kantong itu. Wajah Cumi terlihat bingung. Isinya bukan
cuilan karang untuk jimat. Tapi tanaman ganggang merah, ganggang kuning
keemasan, dan ganggang biru.
“Itu ganggang warna percobaanku,”
jawab Guri, “Aku punya ide untuk membuat kaos warna-warni.”
Guri
menjelaskan cara dia mengambil sari ganggang laut untuk pewarna kaos. Selama
ini bahan kaos merah didapat dari ganggang merah karena cukup banyak dijumpai.
Mencari ganggang biru sulitnya luar biasa. Karena ukurannya kecil-kecil pula.
Cumi
hanya mengangguk setengah percaya, setengah tidak. Dia bersikeras ikut melihat
Guri membuat warna dari ganggang laut. Dia masih penasaran. Bagaimana Guri bisa pintar mengalahkan
dirinya yang rajin belajar? Jangan-jangan Guri punya jimat lain, pikir
Cumi.
Saat tiba di rumah, ibu Guri
menyambut mereka di pintu. Berbagai makanan lezat sudah tersedia di meja makan.
Perut Cumi sampai berbunyi karena belum makan siang.
Guri terlihat cemas memandang
ibunya, “Ibu jangan banyak bergerak dulu. Ibu kan masih sakit.”
“Ibu sudah merasa lebih sehat, Nak. Ibu
sudah minum obat dokter yang kau belikan minggu lalu,” ibu Guri menuangkan
minuman dingin segar untuk mereka. “Mulai besok Ibu bisa kerja lagi. Kita akan
mengembalikan pinjaman Paman Sotong untuk beli obat Ibu yang harganya mahal
itu.”
Guri menunduk malu seperti ikan
kecil yang bersalah. Dia bercerita bahwa untuk beli obat ibu, dia tidak pinjam
uang Paman Sotong. Dia menawarkan bantuan pada Paman Sotong untuk berjualan kaos
merah di sekolah. Ternyata teman-teman sekolahnya banyak yang suka. Dari situ
dia menabung sedikit demi sedikit untuk membeli obat ibu.
“Sekarang aku punya ide membuat kaos
berwarna warni. Aku mengumpulkan warna dari sari-sari tumbuhan laut,” tambah
Guri.
Ibu memeluk Guri dengan sayang, “Ibu
sudah sembuh sekarang. Kamu tidak perlu lagi berjualan. Kamu harus banyak
belajar untuk persiapan ujianmu.”
“Ibu tidak perlu khawatir. Aku
banyak belajar dari berjualan. Aku jadi tahu sari-sari tumbuhan bisa dicampur
jadi warna baru. Dari warna dasar merah, kuning, biru aku bisa jadikan banyak
warna. Merah dan kuning bisa menjadi oranye, merah biru jadi warna ungu, kuning
biru jadi hijau. Kalau semua warna dicampur jadi warna putih.”
“Kalau warna hitam?” celetuk Cumi.
“Dari tintaku. Setiap kali aku
berdoa untuk kesembuhan ibu, tinta hitamku mengucur deras. Aku mengumpulkannya
untuk bahan kaos warna juga,” kata Guri serius.
“Guri, Guri, ada saja idemu itu. Apa
kau tidak malu berjualan di sekolah?” kata Ibu mengelus kepala Guri.
“Tidak, Bu. Teman-teman dan
guru-guruku baik semua, kok.”
Cumi
merasa tersengat. Guri ternyata tidak melulu belajar dari buku dan sekolah
saja. Tapi juga dimana saja. Pantas saja Guri tahu banyak hal yang tidak dia
dapatkan di buku. Meski Guri sibuk, dia tetap belajar dan mengerjakan PR. Beda
dengan dirinya. Disela-sela belajar dia malah kebanyakan nonton tv, main game
sampai lupa kembali belajar. Cumi jadi malu telah berprasangka buruk pada teman
sekelasnya itu. (*)
Dongeng Bobo: Popo yang Gemar Makan
No comments:
Post a Comment