Tuesday, 24 December 2013

[CERPEN GURITA] RAHASIA GURI


Tindakan Guri akhir-akhir ini misterius. Waktu pulang sekolah dia suka menghilang. Waktu pagi dan istirahat sekolah dia selalu ribut berjualan kaos merahnya. Pada guru dan para ikan pengantar jemput ikan-ikan kecil. Cumi benar-benar curiga. Ia bertekat menguak rahasia Guri.
Sepulang sekolah Cumi mengawasi Guri dari balik karang. Beberapa ikan dewasa memanggil Guri. Mereka melihat-lihat kaos jualan Guri dan membeli beberapa biji. Cukup lama Guri berbicara akrab dengan ikan-ikan dewasa. Sampai kram tentakel Cumi karena tidak berani bergerak. Dia hampir ketinggalan saat Guri berenang cepat menuju arah taman koral. Itu adalah tempat bermain mengasyikkan di kota bawah laut. Anehnya Guri tidak naik ke salah satu mainan pun. Guri malah berhenti di karang-karang sepi. Kemudian menyelinapkan tentakelnya ke lubang-lubang batu karang yang sempit.
Cumi curiga Guri menyembunyikan sesuatu di antara karang-karang itu. Lebih curiga lagi saat Guri memasukkan sesuatu ke dalam kantung. Jangan-jangan Guri mencuri karang-karang itu. Ikan penyihir pernah memberitahu sebuah rahasia. Secuil karang bisa dijadikan jimat agar pintar. Dia yakin Guri melakukannya karena besok ada ujian di sekolah.
            “Guri. Jangan patahkan karang-karang terus. Sekali saja kamu mematahkan karang, maka karang itu akan mati. Kita tidak akan punya taman indah lagi.”
            Guri terkejut melihat Cumi ada di belakangnya. Dia berusaha menyembunyikan barang-barangnya di antara kedelapan kakinya.
            “Tidak. Ini hanya …”
            “Pasti jimat agar kamu cepat pandai, kan? Kalau kamu mau pintar harus belajar. Makanya jangan sibuk jualan terus. Aku selalu curiga bagaimana kamu bisa dapat nilai tinggi mengalahkanku. Sekarang aku tahu rahasiamu.”
            Cumi merampas kantong dari tangan Guri. Dia membuka tiga kantong itu. Wajah Cumi terlihat bingung. Isinya bukan cuilan karang untuk jimat. Tapi tanaman ganggang merah, ganggang kuning keemasan, dan ganggang biru.
            “Itu ganggang warna percobaanku,” jawab Guri, “Aku punya ide untuk membuat kaos warna-warni.”
            Guri menjelaskan cara dia mengambil sari ganggang laut untuk pewarna kaos. Selama ini bahan kaos merah didapat dari ganggang merah karena cukup banyak dijumpai. Mencari ganggang biru sulitnya luar biasa. Karena ukurannya kecil-kecil pula.
Cumi hanya mengangguk setengah percaya, setengah tidak. Dia bersikeras ikut melihat Guri membuat warna dari ganggang laut. Dia masih penasaran. Bagaimana Guri bisa pintar mengalahkan dirinya yang rajin belajar? Jangan-jangan Guri punya jimat lain, pikir Cumi.
            Saat tiba di rumah, ibu Guri menyambut mereka di pintu. Berbagai makanan lezat sudah tersedia di meja makan. Perut Cumi sampai berbunyi karena belum makan siang.
            Guri terlihat cemas memandang ibunya, “Ibu jangan banyak bergerak dulu. Ibu kan masih sakit.”
            “Ibu sudah merasa lebih sehat, Nak. Ibu sudah minum obat dokter yang kau belikan minggu lalu,” ibu Guri menuangkan minuman dingin segar untuk mereka. “Mulai besok Ibu bisa kerja lagi. Kita akan mengembalikan pinjaman Paman Sotong untuk beli obat Ibu yang harganya mahal itu.”
            Guri menunduk malu seperti ikan kecil yang bersalah. Dia bercerita bahwa untuk beli obat ibu, dia tidak pinjam uang Paman Sotong. Dia menawarkan bantuan pada Paman Sotong untuk berjualan kaos merah di sekolah. Ternyata teman-teman sekolahnya banyak yang suka. Dari situ dia menabung sedikit demi sedikit untuk membeli obat ibu.
            “Sekarang aku punya ide membuat kaos berwarna warni. Aku mengumpulkan warna dari sari-sari tumbuhan laut,” tambah Guri.
            Ibu memeluk Guri dengan sayang, “Ibu sudah sembuh sekarang. Kamu tidak perlu lagi berjualan. Kamu harus banyak belajar untuk persiapan ujianmu.”
            “Ibu tidak perlu khawatir. Aku banyak belajar dari berjualan. Aku jadi tahu sari-sari tumbuhan bisa dicampur jadi warna baru. Dari warna dasar merah, kuning, biru aku bisa jadikan banyak warna. Merah dan kuning bisa menjadi oranye, merah biru jadi warna ungu, kuning biru jadi hijau. Kalau semua warna dicampur jadi warna putih.”
            “Kalau warna hitam?” celetuk Cumi.
            “Dari tintaku. Setiap kali aku berdoa untuk kesembuhan ibu, tinta hitamku mengucur deras. Aku mengumpulkannya untuk bahan kaos warna juga,” kata Guri serius.
            “Guri, Guri, ada saja idemu itu. Apa kau tidak malu berjualan di sekolah?” kata Ibu mengelus kepala Guri.
            “Tidak, Bu. Teman-teman dan guru-guruku baik semua, kok.”
Cumi merasa tersengat. Guri ternyata tidak melulu belajar dari buku dan sekolah saja. Tapi juga dimana saja. Pantas saja Guri tahu banyak hal yang tidak dia dapatkan di buku. Meski Guri sibuk, dia tetap belajar dan mengerjakan PR. Beda dengan dirinya. Disela-sela belajar dia malah kebanyakan nonton tv, main game sampai lupa kembali belajar. Cumi jadi malu telah berprasangka buruk pada teman sekelasnya itu. (*)
           


No comments: