Friday 23 August 2013

12 MENIT UNTUK SELAMANYA


JUDUL BUKU          : 12 MENIT
PENULIS                   : OKA AURORA
PENERBIT                 : NOURA
CETAKAN                 : MEI 2013
TEBAL                       : 348 HLM
PERESENSI               : FIFA DILA


Novel inspiratif dan perjuangan meraih cita-cita sangat digemari masyarakat kita. Sebut saja Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Negeri Lima Menara, atau Sepatu Dahlan. Menyusul meledaknya novel tersebut dibuatlah film yang juga cukup menyedot penonton. Ada semacam cambuk gaib saat membaca novel-novel tersebut sehingga melecut motivasi para pembacanya menuntaskan kembali mimpi yang belum teraih.

Novel 12 MENIT dengan jeli melihat gaung novel inspiratif yang sangat booming dan mengemasnya dalam bentuk yang lebih kreatif.  Meskipun sama dalam mengusung tema dan seting kota kecil, 12 MENIT memakai sudut pandang yang berbeda dari novel inspiratif lainnya. Jika Laskar Pelangi adalah sebuah novel biografi tokoh sukses, 12 MENIT merupakan novel fiksi dengan tokoh-tokoh fiksi yang berkarakter kuat. Kalau Negeri Lima Menara berlatar belakang dunia pesantren, 12 MENIT berlatar belakang dan berfokus pada kegiatan marching band. 12 MENIT tidak terbatas pada pencapaian usaha individualistik semata. Melainkan usaha satu tim marching-band Bontang Pupuk Kaltim yang beranggotakan 120 kepala untuk menggenggam satu kata “kemenangan”.

Cerita novel 12 MENIT bermula saat Rene diminta pihak PKT untuk meng-handle tim marching-band-nya memenangi kejuaraan Grand Prix Marching Band di Jakarta. Wanita berpengalaman internasional itu melihat anggota marching-band PKT sama berbakatnya dengan marching-band ibukota. Namun satu yang tidak dimiliki anggota PKT, yaitu rasa percaya diri. Tiga bulan sebelum GPMB, Rene mengalami masa sulit. Empat anggota inti keluar, Lahang sering absen karena sakit bapaknya, Tara putus asa karena kerasnya latihan ditambah masalah pendengarannya, sedangkan Elaine dapat tentangan keras dari papanya.

Sudut pandang cerita tidak terfokus hanya pada Rene. Tapi juga pada Lahang, Tara, dan Elaine. Di sinilah kehebatan seorang penulis terlihat. Oka Aurora membangun karakterisasi tokoh-tokohnya dengan jiwa dan pengalaman hidup yang matang. Masing-masing karakter terlihat hidup, nyata, dan menyentuh sisi humanis. Mereka memiliki impian dan masalah pribadi yang harus mereka hadapi dengan sikap tegar seorang pemenang.

Rene sebagai penanggung jawab, memiliki beban untuk membawa tim marching band PKT menjadi juara Grand Prix Marching Band. Bertubi-tubi dia mendapat tekanan dari manajer PKT. Di waktu yang sama dia harus memompa semangat seluruh tim untuk siap di GPMB sekaligus dengan sabar mendampingi tiga murid yang tengah mengalami masa-masa sulit. Lahang bercita-cita ikut GBMP sekaligus melihat monas seperti impian almarhumah ibunya. Namun, dia tidak ingin kehilangan ayahnya saat dia tidak di disampingnya. Jiwa dan tubuh Lahang selalu terpecah antara ayahnya yang sakit keras dan latihan untuk GBMP. Tara, remaja nyaris tuna rungu, ingin membuktikan bahwa dia mampu jadi tim inti battery. Pendengarannya terganggu akibat kecelakaan yang merenggut nyawa papanya. Rasa marah, trauma dan minder membuat jiwa Tara labil dan pesimistis. Elaine, remaja yang sangat mencintai musik. Papanya berdarah Jepang, berjiwa disiplin, keras dan ingin putrinya menjadi seorang ilmuwan ketimbang jadi field commander marching-band. Hatinya bimbang saat lomba GPMB bersamaan dengan olimpiade fisika yang harus dia ikuti.

Novel ini menggunakan sudut pandang penceritaan omniscient, penulis serba tahu, dan berpindah-pindah tokoh. PoV semacam ini memberikan ruang luas bagi pengarang untuk mengeksplorasi karakter tokoh-tokoh penting. Pembentukan karakter Rene, Lahang, Tara, dan Elaine cukup cermat digarap. Impian, latar belakang dan permasalahan yang dihadapi empat tokoh utama dibangun sangat detail, membuat konflik cerita menjadi sangat kompleks dan mengaduk emosi pembaca. (Saran saya pada pembaca: siapkanlah sekotak tissue disamping Anda.) Dengan manis konflik cerita yang centang perenang di setiap bab, bisa diselesaikan dengan runut sehingga muncullah sebuah ending yang menggetarkan dada.

Kadang kala PoV penulis berpindah pada sudut pandang tokoh minor: Rob, papa dan mama Elaine, dan mama Tara. Memang jadi terasa aneh dalam sebuah novel saat sudut pandang berubah tiba-tiba pada tokoh pendukung. Namun bukan berarti kehadiran tokoh pendukung jadi sia-sia. Penulis ingin memberikan penekanan pada makna apa itu perjuangan dan pencapaian. Penulis memberikan sekelebatan contoh kecil tentang sebuah pencapaian di antara perjuangan-perjuangan yang tengah dihadapi Lahang, Tara, dan Elaine. Penulis  menarasikan tokoh Rob yang pantang menyerah pada dua bab: Another Flight dan Kopi Instan. Di situ penulis memberikan deskripsi Rob, remaja bermental juara dan pantang menyerah dalam berlatih trumpet untuk diterima menjadi trumpet soloist di tim marching band bergengsi Amerika. Kesempatan sebenarnya selalu ada. Hanya orang yang siap jasmani dan rohani saja yang bisa cepat mendeteksi kesempatan. Rob salah satunya… (hal 65)

Sebagai sebuah novel inspiratif, 12 MENIT bertebarkan narasi-narasi penggugah tekad dan perenungan di setiap babnya. Seperti impian Lahang tentang Jakarta. Tugu ini mewakili seluruh impian ibunya pada Lahang; bahwa anaknya harus bisa punya harap setinggi langit, tetapi bersikap serendah hati bumi. “Kalau kau bisa bermimpi sampai di tugu ini, kau bisa bermimpi sampai ke tugu-tugu lain di dunia.” (295). Beberapa judul bab-nya cukup menggugah. Bab 47 mengutip kata dari film Titanic: When You Have Nothing, You’ve Got Nothing to Lose. Pekik motivasi Rene sebelum pertandingan pada tim, Think Like a Champion, Fight Like One, menjadi judul di bab 48. Terasa sekali buku ini adalah kumpulan kata-kata penyemangat yang memiliki alur cerita kuat dan cerdas.

Buku ini diperuntukkan tidak hanya kaum remaja tapi juga orang dewasa. Buat pembaca remaja, novel ini adalah sebuah pembelajaran bahwa menggapai mimpi bukanlah hal instan. Menggapai mimpi juga tidak cukup hanya dengan tekad dan kerja keras berbulan-bulan. Tetapi juga kesiapan seseorang untuk untuk menang. Kesiapan itu ditunjukkan dengan cara seseorang menyikapi masalah yang dia hadapi. Jiwa remaja dalam cerita ini diwakili oleh Lahang, Tara, dan Elaine.

Buat pembaca dewasa, novel ini adalah sebuah pembelajaran tentang pengajaran. Orangtua memiliki banyak mimpi dan harapan untuk anak-anak mereka. Namun orangtua tidak bisa memaksa anak-anak kita menjadi apa yang kita mau. Diwakili Rene, kita melihat bagaimana dia sebagai pelatih menyimpan begitu banyak harapan pada tim marching band PKT. Bagaimana dia mendampingi, memotivasi, mengobarkan semangat tim. Tapi ada satu titik dimana dia harus berhenti dan menyerahkan semua hasil akhirnya pada para pejuang marching band PKT menjemput kemenangan mereka sendiri. Titik itu ada di 12 Menit aksi tim marching band PKT dalam GPMB.(*)


2 comments:

Unknown said...

di mana ya novelnya bisa dibeli?

Unknown said...

Novel bisa dibeli digramedia. Atau bisa jugabeli online di mizan bookstore