Bobo Edisi 30, terbit 30 November 2014
TAS BATIK BAYI
*FiFadila*
Duh,
sejak adik bayi lahir, duniaku jadi kacau. Bukan iri perhatian Mama yang
sepenuhnyz tercurah pada adik bayiku. Tapi karena barang-barang yang kukenakan
sekarang serba corak batik selendang bayi. Memang sih batik bagus dan unik.
Tapi tetap saja yang kupakai adalah selendang bayi. Lihat saja, Mama
membuatkanku tas sekolah dari selendang bayi batik. Saking banyaknya hadiah
selendang batik buat adik bayiku.
Selama
ini aku selalu menyimpan tas itu rapat-rapat di lemari. Dan bertekad tak kan
pernah memakainya. Bisa-bisa aku diketawain orang sepanjang jalan jika
memakainya.
Tapi
sekarang situasi sedang gawat. Tas sekolah hello kitty ku robek cukup parah.
Tak sengaja tersangkut paku mencuat di meja sekolah tadi. Pulangnya aku memondong
tasku sepanjang jalan.
“Mama…
mama… gawat, tas sekolahku minta ganti ini,” kutunjukkan robekan lebar dari resleting
sampai pojok bawah tas.
Mama
geleng-geleng kepala melihat parahnya tasku dan melihatku dengan prihatin. Aku
berharap Mama sudah lupa tas selendang bayi yang kusimpan lama. Dan mau
membelikanku tas baru.
“Kan,”
Mama menjentikkan jarinya dan tersenyum lebar, “Wuri masih punya tas spesial
buatan Mama tiga bulan lalu.”
“Tapi,
Ma. Tas itu tipis. Mudah robek dong kalau diisi banyak barang.” Aku berusaha
memasang mimik keberatan di wajahku.
Mama
menggeleng dengan senyum masih tersungging, “Mama sudah menjahitnya dengan kuat.
Bahannya Mama bikin rangkap. Mama yakin tas itu luas dan kuat membawa peralatanmu.
Asal tidak kau isi batu bata.”
Hufff. Rupanya
Mama tak mengerti keresahanku. Sekarang malah Mama kembali sibuk dengan adikku yang
mulai rewel.
“Ma…”
kata-kataku menggantung. Aku tak tega bilang tak suka tas itu. Mama sudah
bersusah payah menjahit sendiri tas itu di sela menggasuh adik dan urusan lain.
Aku
masuk kamarku dengan lunglai. Kukeluarkan tas batik selendang bayi dari rak
lemari paling atas. Kupandangi tas itu dengan gulana. Teman-teman pasti
menertawakanku karena tas selendang bayi itu.
Keesokan
paginya aku berangkat sekolah tanpa menyelempangkan tas. Aku sudah berusaha
keras memikirkan cara menyembuyikan tas itu. Aku kan malu mendapat tatapan
orang-orang sepanjang jalan ke sekolah.
“Eh,
Wuri kok bawa kantong plastik ke sekolah? Katanya punya tas serep?” sapa Trias.
Teman
sebangkuku itu memandang heran. Lebih melongo lagi saat aku membuka kantong
pastik dan mengeluarkan tas selendang bayiku. Trias bahkan tak bisa
berkata-kata.
“Waaw…
lihat tas Wuri!” jerit dari bangku belakang. Suara Mahendra terdengar memantul
di seluruh ruangan.
Aku
memandang Mahendra dengan raut mengerut. Aku sudah menyiapkan jawaban tak
peduli bila Mahendra mengejekku.
Sepertinya
Mahendra makin berani. Dia mendekati mejaku dan membolak-balik tas selendang
bayi.
“Hush,
tak sopan pegang-pegang tas orang.” Aku menarik tasku dengan galak.
“Ini
nih, yang kita cari,” gebrak Mahendra di mejaku. “Tio, sini!”
Aku
semakin kesal Mahendra malah manggil-manggil teman buat menertawakanku.
Meskipun kedua murid bandel itu satu grup prakarya denganku. Tapi sikap mereka
yang konyol sering membuatku kesal.
Tak
hanya Tio, Nia dan Maya ikut mengerubungi bangkuku. Bahkan Tio tertawa-tawa
menunjuk tas yang kugenggam erat.
“Tul,
tu Hen! Tas selendang bayi itu lucu. lucu banget.”
“Udah,
ah. Ini tas bukan buat diketawain. Tapi buat dipakai. Kan ini lebih baik daripada
tas kresek,” aku menantang mereka.
“Justru
itu, Wuri. Melirik tasmu aku jadi punya ide bikin prakarya akhir tahun kita.
Daripada kita bikin prakarya sama kayak grup Haris. Mending kita bikin tas
selendang bayi. Lebih lucu dan unik.” kata Mahendra panjang lebar.
“Tul
tu, Wur!” samber Tio. “Ku sering bantu ayah bikin tas kain tiap liburan. Mudah
kok menggerakkan mesin jahit. Kuajari, kalian pasti bisa.”
“Eh,
Hendra dan Tio cerdas juga. Aku setuju usul kalian.” teriak Nia. “Mamaku masih
punya banyak simpanan selendang bayi hadiah lahiran adik bayiku tahun lalu.”
Rasa
kesalku sejak pagi mencair seketika. Persetujuan Nia mendapat anggukan Trias
dan Maya. Tas selendang bayi yang kupikir kuno dan jelek ternyata jadi ide unik
buat prakarya grupku.
Kelima
kawanku mengambil keputusan bulat. Untuk prakarya akhir tahun kami akan membuat
tas selendang bayi. Bahkan kami setuju menamai kelompok kami kelompok selendang
bayi. (*)
Baca juga cerpen dan dongeng ini:
No comments:
Post a Comment