PENULIS : OKA AURORA
PENERBIT :
NOURA
CETAKAN :
MEI 2013
TEBAL : 348 HLM
PERESENSI : FIFA DILA
Novel
inspiratif dan perjuangan meraih cita-cita sangat digemari masyarakat kita.
Sebut saja Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Negeri Lima Menara, atau Sepatu
Dahlan. Menyusul meledaknya novel tersebut dibuatlah film yang juga cukup menyedot
penonton. Ada semacam cambuk gaib saat membaca novel-novel tersebut sehingga melecut
motivasi para pembacanya menuntaskan kembali mimpi yang belum teraih.
Novel
12 MENIT dengan jeli melihat gaung novel inspiratif yang sangat booming dan mengemasnya
dalam bentuk yang lebih kreatif. Meskipun
sama dalam mengusung tema dan seting kota kecil, 12 MENIT memakai sudut pandang
yang berbeda dari novel inspiratif lainnya. Jika Laskar Pelangi adalah sebuah
novel biografi tokoh sukses, 12 MENIT merupakan novel fiksi dengan tokoh-tokoh fiksi
yang berkarakter kuat. Kalau Negeri Lima Menara berlatar belakang dunia
pesantren, 12 MENIT berlatar belakang dan berfokus pada kegiatan marching band. 12 MENIT tidak terbatas
pada pencapaian usaha individualistik semata. Melainkan usaha satu tim marching-band Bontang Pupuk Kaltim yang
beranggotakan 120 kepala untuk menggenggam satu kata “kemenangan”.
Cerita
novel 12 MENIT bermula saat Rene diminta pihak PKT untuk meng-handle tim marching-band-nya memenangi kejuaraan Grand Prix Marching Band di Jakarta. Wanita berpengalaman
internasional itu melihat anggota marching-band
PKT sama berbakatnya dengan marching-band
ibukota. Namun satu yang tidak dimiliki anggota PKT, yaitu rasa percaya diri. Tiga
bulan sebelum GPMB, Rene mengalami masa sulit. Empat anggota inti keluar,
Lahang sering absen karena sakit bapaknya, Tara putus asa karena kerasnya
latihan ditambah masalah pendengarannya, sedangkan Elaine dapat tentangan keras
dari papanya.
Sudut
pandang cerita tidak terfokus hanya pada Rene. Tapi juga pada Lahang, Tara, dan
Elaine. Di sinilah kehebatan seorang penulis terlihat. Oka Aurora membangun
karakterisasi tokoh-tokohnya dengan jiwa dan pengalaman hidup yang matang.
Masing-masing karakter terlihat hidup, nyata, dan menyentuh sisi humanis.
Mereka memiliki impian dan masalah pribadi yang harus mereka hadapi dengan
sikap tegar seorang pemenang.
Rene
sebagai penanggung jawab, memiliki beban untuk membawa tim marching band PKT menjadi juara Grand
Prix Marching Band. Bertubi-tubi dia mendapat tekanan dari manajer PKT. Di
waktu yang sama dia harus memompa semangat seluruh tim untuk siap di GPMB sekaligus dengan sabar mendampingi
tiga murid yang tengah mengalami masa-masa sulit. Lahang bercita-cita ikut GBMP
sekaligus melihat monas seperti impian almarhumah ibunya. Namun, dia tidak
ingin kehilangan ayahnya saat dia tidak di disampingnya. Jiwa dan tubuh Lahang
selalu terpecah antara ayahnya yang sakit keras dan latihan untuk GBMP. Tara, remaja nyaris tuna rungu,
ingin membuktikan bahwa dia mampu jadi tim inti battery. Pendengarannya terganggu akibat kecelakaan yang merenggut
nyawa papanya. Rasa marah, trauma dan minder membuat jiwa Tara labil dan
pesimistis. Elaine, remaja yang sangat mencintai musik. Papanya berdarah
Jepang, berjiwa disiplin, keras dan ingin putrinya menjadi seorang ilmuwan
ketimbang jadi field commander marching-band. Hatinya bimbang saat
lomba GPMB bersamaan dengan olimpiade
fisika yang harus dia ikuti.
Novel
ini menggunakan sudut pandang penceritaan omniscient,
penulis serba tahu, dan berpindah-pindah tokoh. PoV semacam ini memberikan ruang luas bagi pengarang untuk mengeksplorasi
karakter tokoh-tokoh penting. Pembentukan karakter Rene, Lahang, Tara, dan Elaine
cukup cermat digarap. Impian, latar
belakang dan permasalahan yang dihadapi empat tokoh utama dibangun sangat
detail, membuat konflik cerita menjadi sangat kompleks dan mengaduk emosi
pembaca. (Saran saya pada pembaca: siapkanlah sekotak tissue disamping Anda.) Dengan
manis konflik cerita yang centang perenang di setiap bab, bisa diselesaikan
dengan runut sehingga muncullah sebuah ending yang menggetarkan dada.
Kadang
kala PoV penulis berpindah pada sudut
pandang tokoh minor: Rob, papa dan
mama Elaine, dan mama Tara. Memang jadi terasa aneh dalam sebuah novel saat
sudut pandang berubah tiba-tiba pada tokoh pendukung. Namun bukan berarti
kehadiran tokoh pendukung jadi sia-sia. Penulis ingin memberikan penekanan pada
makna apa itu perjuangan dan pencapaian. Penulis memberikan sekelebatan contoh kecil
tentang sebuah pencapaian di antara perjuangan-perjuangan yang tengah dihadapi Lahang,
Tara, dan Elaine. Penulis menarasikan
tokoh Rob yang pantang menyerah pada dua bab: Another Flight dan Kopi Instan. Di situ penulis memberikan deskripsi
Rob, remaja bermental juara dan pantang menyerah dalam berlatih trumpet untuk
diterima menjadi trumpet soloist di
tim marching band bergengsi Amerika. Kesempatan sebenarnya selalu ada. Hanya
orang yang siap jasmani dan rohani saja yang bisa cepat mendeteksi kesempatan.
Rob salah satunya… (hal 65)
Sebagai sebuah novel inspiratif, 12
MENIT bertebarkan narasi-narasi penggugah tekad dan perenungan di setiap babnya.
Seperti impian Lahang tentang Jakarta. Tugu
ini mewakili seluruh impian ibunya pada Lahang; bahwa anaknya harus bisa punya
harap setinggi langit, tetapi bersikap serendah hati bumi. “Kalau kau bisa
bermimpi sampai di tugu ini, kau bisa bermimpi sampai ke tugu-tugu lain di
dunia.” (295). Beberapa judul bab-nya cukup menggugah. Bab 47 mengutip kata
dari film Titanic: When You Have Nothing,
You’ve Got Nothing to Lose. Pekik motivasi Rene sebelum pertandingan pada
tim, Think Like a Champion, Fight Like
One, menjadi judul di bab 48. Terasa sekali buku ini adalah kumpulan
kata-kata penyemangat yang memiliki alur cerita kuat dan cerdas.
Buku ini diperuntukkan tidak hanya kaum
remaja tapi juga orang dewasa. Buat pembaca remaja, novel ini adalah sebuah
pembelajaran bahwa menggapai mimpi bukanlah hal instan. Menggapai mimpi juga
tidak cukup hanya dengan tekad dan kerja keras berbulan-bulan. Tetapi juga
kesiapan seseorang untuk untuk menang. Kesiapan itu ditunjukkan dengan cara
seseorang menyikapi masalah yang dia hadapi. Jiwa remaja dalam cerita ini
diwakili oleh Lahang, Tara, dan Elaine.
Buat
pembaca dewasa, novel ini adalah sebuah pembelajaran tentang pengajaran.
Orangtua memiliki banyak mimpi dan harapan untuk anak-anak mereka. Namun
orangtua tidak bisa memaksa anak-anak kita menjadi apa yang kita mau. Diwakili
Rene, kita melihat bagaimana dia sebagai pelatih menyimpan begitu banyak
harapan pada tim marching band PKT.
Bagaimana dia mendampingi, memotivasi, mengobarkan semangat tim. Tapi ada satu
titik dimana dia harus berhenti dan menyerahkan semua hasil akhirnya pada para
pejuang marching band PKT menjemput
kemenangan mereka sendiri. Titik itu ada di 12 Menit aksi tim marching band PKT dalam GPMB.(*)
Baca juga cerpen dan dongeng ini:
2 comments:
di mana ya novelnya bisa dibeli?
Novel bisa dibeli digramedia. Atau bisa jugabeli online di mizan bookstore
Post a Comment