Judul :
Anak Rembulan: Negeri Misteri di Balik Pohon Kenari
Penulis : Djokolelono
Penyunting : Ary Nilandari
Penerbit : Mizan
Cetakan : I, Agustus 2011
Legenda,
mitos, cerita rakyat adalah kekayaan sastra suatu bangsa. Peristiwa masa
lampau, kejadian penting di sebuah tempat, tercatat di dalamnya. meskipun
terbalut dengan dongeng, nilai moral dan sejarah terkandung pula di dalamnya.
Di masa tiada listrik dan elektronik, (baca: kuno) legenda menjadi hiburan yang
dituturkan secara lisan dari orangtua ke anak, cucu hingga canggah turuan ke
riban tahun. Di era elektronik berjaya, gadget berlimpah, dengan akses hiburan
mudah, akankah mitos, legenda dan cerita rakyat masih memiliki tempat selain di
perpustakaan? Atau melekat dalam ingatan masyarakat tapi hanya
sepotong-sepotong? Harapan kita sebagai warga negara yang baik tentunya membuat
legenda, mitos dan cerita rakyat tetap hidup dan dikenang sepanjang jaman.
Eyang
Djokolelono, penulis yang telah berkecimpung di dunia buku sejak tahun 1970an, sungguhlah
memiliki kesetiaan sejati dengan hal itu. Legenda, mitos dan cerita rakyat
seakan sudah jadi bagian dari sejarah hidupnya. Dia tidak puas hanya menuturkan
legenda dan mitos dalam sebuah kisah yang ditulis ulang. Ia mencoba
menggabungkan legenda, mitos, cerita rakyat dan sejarah dalam sebuah novel fantasi
yang menarik.
Anak Rembulan: Negeri Misteri di
Balik Pohon Kenari adalah bukti kreatifitas penulisnya.
Buku ini tidak hanya menyajikan cerita petualangan Nono. Namun juga menyisipkan
sejarah kota Malang-Blitar masa pendudukan Belanda, mengenalkan mitos penjaga Gunung
Kelud, membubuhkan legenda Sri Ratu, menyuguhkan karakter pandawa dalam sebuah
novel fantasi anak setebal 347 halaman. Unik, khas, dan cerdas. Setelah baca
novel ini dijamin pembaca pasti lari ke mbah google untuk mencari keberadaan
legenda seputar Kediri-Blitar dan kecocokannya dengan sejarah masuknya Belanda
ke Jawa Timur.
Novel
ini dimulai dengan liburan Nono di Wlingi. Karena suatu kejadian, Nono masuk ke
jaman yang sangat misterius. Jaman aneh yang membuatnya hampir di penggal
orang-orang Belanda. Jaman dia dipaksa kerja rodi di warung Mbok Rimbi dan
bertemu lima pencuri ulung yang baik hati: Kangka, Jagal, Jlamprong, Pinten,dan
Tangsen. Jaman itu orang-orang masih berpakaian kemben dan berlutut di hadapan penguasa
kerajaan Kediri, Sri Ratu yang masih berusia sebaya Nono, namun memiliki
kesaktian dan kharisma pimpinan bijaksana. Dan di jaman itu pula Nono diminta
Sri Ratu menyelamatkan nasib kerajaannya.
Legenda
Sri Ratu penguasa Kediri dikenal cukup luas di masyarakat Kediri-Blitar dan
sekitarnya. Ratu belia nan cantik itu rupanya diperebutkan oleh Lembusora dan
Mahesasora, tangan kanan Sri Ratu sendiri. Sri Ratu tahu jika menolak salah
satu, maka akan timbul kekacauan dalam kerajaannya. Kedua panglima itu
sama-sama memiliki kesaktian tiada tara. Akhirnya, Sri Ratu membuat persyaratan:
Lembusora dan Mahesasora harus menggali sumur dalam agar kerajaan Kediri takkan
pernah kekeringan. Setelah Lembusora dan Mahesaruro berada di dalam tanah, Sri
Ratu memerintahkan menimbun keduanya dalam tanah agar kesaktian mereka hilang.
Meski terkubur dalam tanah Mahesasura dan Lembusora tidak mati. Mereka tetap
hidup dan saling serang dalam tanah. Sampai sekarang, masyarakat masih
mempercayai kisah mereka. guncangan dan ledakan dari dalam tanah yang dirasakan
penduduk sekitar dipercaya sebagai lahirnya Gunung Kelud.
Sungguh
saya terkagum-kagum dengan berkelindannya sejarah, legenda, mitos dalam sebuah
novel fantasi. Ini tidak saja menarik tapi juga memberikan sajian bergizi.
Pembaca yang punya keingintahuan besar otomatis akan mendapat banyak kata kunci
sejarah untuk ditelusuri melalui internet. Bagi para pelajar, pastinya mereka
akan senang membaca sejarah tanpa merasa berpusing-pusing menghafalkan buku pelajaran.
Tidak
hanya isinya yang khas. Tokoh-tokohnya pun bersinggungan pada sejarah. Kangka,
Jagal, Tangsen, dan Pinten adalah tokoh-tokoh pewayangan. Siapa lagi kalau
bukan kelima saudara Pandawa. Eyang Djokolelono sungguh cerdik mengenalkan
karakter-karakter khas budaya nenek moyang. Sungguh kasihan sekali anak-anak
Indonesia jika hanya mengenal tokoh superhero marvel daripada karakter-karakter
inspiratif dalam legenda sendiri.
Jika
disandingkan novel fantasi sejarah lainnya, Anak Rembulan bisa dibilang seperti
Harry Potter yang berisikan karakter-karakter hewan dalam mitos kuno atau
kisah-kisah pembakaran para penyihir di abad pertengahan eropa. Sayangnya novel
Anak Rembulan hanya ada satu jilid saja. Jadinya pembaca kurang puas menikmati
petualangan Nono yang terlepar di masa-masa Belanda memasuki tanah Jawa. Kalau
dibuat seri lain mungkin pembaca akan dapat lebih akrab dan mengidentifikasi
karakter-karakter unik lintas sejarah, legenda, dan mitos daerah Jawa dan
sekitarnya yang kurang dikenal masyarakat masa kini. (*)
Baca juga cerpen dan dongeng ini:
2 comments:
resensinya lebih bagus dari bukunya! :) Terima kasih.
Sama-sama, Eyang Djoko ^_^
Post a Comment